sound track of JMB

Kamis, 29 Oktober 2009

Peppermint Tea


"Kedai Teh CAMELIA", itulah nama kedai teh milik ibuku. Mungkin orang akan berfikir bahwa nama ibuku Camelia, atau mungkin namaku yang Camelia, ini biasanya selalu membuat pelanggan kedai teh ini bertanya. Tapi sebenarnya nama itu tak ada hubungannya dengan nama kami. Nama ibuku Kemala, sedangkan namaku sendiri Kinan. Ibuku menamai kedai ini Camelia karena nama latin dari teh adalah Camelia Sinensis. jadi secara harfiah nama kedai ini bisa dibilang kedai Teh Teh, kedai Teh kuadrat, kedai Teh2..intinya hanya kedai Teh, titik. Kenapa harus kedai teh? kenapa harus teh? kenapa tidak kopi? warteg? atau bahkan warung indomie? selain yang tadi disebutkan sudah banyak yang buka, alasan utamanya adalah karena ibuku sangat menyukai teh, dari kecil bahkan, karena orang tua ibuku adalah petani teh. Kalau ditanya kenapa ibu sangat menyukai teh, maka dia akan menjawab dalam kondisi secangkir teh ditangan, meneguknya sedikit demi sedikit, sambil tersenyum dan berkata " kamu tidak akan pernah tahu kalau kamu tidak menyukainya atau bahkan mencobanya ". Kalau sudah begitu, mendingan aku tutup mulut, daripada disuruh minum teh.
Di kedai ini, ibuku menyediakan 6 jenis teh :
- Teh Hijau
- Teh Hitam
- Teh Melati
- Teh Peppermint
- Teh Camomile, dan
- Teh Jahe.
Selain itu, ibuku juga menyediakan beberapa jenis kue buatan sendiri yang semuanya diproses dengan cara dikukus. Terkadang ada pelanggan yang minta disediakan gorengan, tapi ibu bilang, teh itu minuman yang menyehatkan, jadi harus ditemani makanan yang sehat juga. Semua teh yang ada di kedai ini, ibuku sendiri yang meraciknya. Aku sendiri hanya membantu melayani, itupun sepulang kuliah yang waktunya tak tentu. Kedai ini sudah memiliki beberapa pelanggan tetap. Kebanyakan dari mereka biasanya berumur 40 tahun keatas. Kalau aku ingat-ingat, kedai ini tidak pernah kedatangan anak muda, anak kuliahan sepertiku misalnya. Aku rasa mereka seperti aku, tidak suka teh. Kalaupun ada orang seumuranku yang suka minum teh, itupun paling teh pelangsing.
" Ki, ada pelanggan, tolong tanya mau pesan apa ya!" ibuku berkata sambil menepuk bahuku yang sedang serius membaca buku. Aku mengambil note dan pensil sambil memperhatikan pelanggan yang baru datang itu. kalau aku perhatikan sekilas, sepertinya laki-laki ini masih berumur dibawah 30 tahunan. Seseorang yang langka untuk kedai ini. Ini berarti kemajuan, pikirku.
" Maaf, mau pesan apa?"
" teh Peppermint!" jawabnya. Beberapa menit kemudian, aku membawa nampan berisi secangkir teh Peppermint dan setoples kecil gula batu. Hanya secangkir teh, laki-laki ini tidak mau yang lain.
" gulanya dibawa saja! saya tidak mau pakai gula." ucapnya, bahkan sebelum toples gula itu aku simpan di mejanya. Aku mengangguk seraya mempersilahkannya dia menikmati tehnya. karena seperti yang aku bilang tadi, kedatangan laki-laki itu, laki-laki semuda itu, di kedai ini termasuk kejadian langka, dan karena pelanggan lain yang datang hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya, hanya mereka yang berumur 40 tahun keatas, maka secara naluriah aku mulai memperhatikannya. melihatnya mulai meminum teh Peppermint itu. seteguk demi seteguk, sambil memejamkan mata. sepertinya dia sangat menikmati setiap tetes cairan bernama teh yang masuk melalui mulut dan mengalir ke tenggorokannya itu. Eksotis. Entahlah.. aku sering melihat pelanggan kedai ini menikmati teh yang disajikan ibuku. Melihat bagaimana mereka meminumnya. Biasa saja. Ada yang sambil ngobrol, ada juga yang sambil ngemil kue buatan ibu. Tapi laki-laki ini berbeda. Dia hanya datang sendiri, dan hanya memesan teh, tanpa gula dan tanpa makanan teman minum teh. Tetapi dia menikmatinya seakan-akan dia berkata bahwa dia tak membutuhkan semua itu. seakan-akan dia sedang merasakan semua kebahagiaan yang bisa dia rasakan. Dia tak perlu apa-apa lagi. Cukup teh Peppermintnya. Sekarang saya mulai berfikir dia aneh. Memangnya teh seenak itu apa? sampai-sampai itu membuatnya seperti lupa pada orang-orang sekitarnya, cuma ada dia dan teh. Orang aneh.

Tanpa disangka-sangka, laki-laki aneh itu datang lagi ke kedai kami keesokan harinya.
" teh Peppermint, tanpa gula!" pesannya. lalu dia berkata lagi, " teh racikan ibumu enak ".
" terima kasih." balasku, sambil terpaksa tersenyum. Aku merasa tersinggung dengan ucapannya. Darimana dia tahu itu racikan ibuku? bisa saja teh itu racikanku, racikan ayahku, kakek-nenekku, atau bahkan pembantuku kan?! Memangnya terlihat jelas ya dari wajahku "tidak bisa meracik teh dan tidak suka teh!" mmh.. aku rasa sebentar lagi aku datang bulan. Aku mengantarkan teh pesanannya seperti kemarin, namun kali ini tanpa toples gula. aku menyodorkan cangkir tehnya dengan muka sedikit judes. Tapi laki-laki ini malah tersenyum. Huffh!!! Dari kejadian beberapa detik itu, aku jadi bisa lebih memperhatikannya. Aku kira-kira, mungkin umurnya antara 25 sampai 27 tahun. Rambutnya rapi, walau aku yakin jika sedikit panjang nanti, rambutnya akan terlihat ikal. kulitnya sawo matang. wajahnya seperti... Banyu Biru, Putranya Eros Djarot. Persis. Ternyata dia.. manis!!! Aku geleng-geleng kepala. Baiklah! Setelah kemarin aku bilang dia eksotis, lalu mengata-ngatai dia aneh, hari ini aku memujinya dengan kata 'manis'??? Tuhan!.

Hari-hari berikutnya, dia terus datang ke kedai kami, dan tetap hanya memesan teh Peppermint. Maka aku mulai menjulukinya mr.Peppermint. Meski aku dan mr.Peppermint ini bertemu hampir setiap hari (dan aku selalu memperhatikannya!), tapi komunikasi antara kami hanya sebatas menanyakan pesanan dan ucapan terima kasih, beres. Aku tak pernah tahu namanya, meskipun sebenarnya ingin sekali aku menanyakan. Tapi aku pikir, tidaklah sopan menanyakan nama pada pelanggan (baca : malu). Hari itu, seperti biasa aku menghampiri mr.Peppermint untuk menanyakan pesanannya, meski aku tahu, dia pasti akan memesan teh Peppermint, hanya itu.
" mau pesan apa?" tanyaku, sambil tersenyum. kali ini tulus. Lalu si mr.Peppermint itu memalingkan wajahnya padaku yang sedang berdiri disampingnya.
" kamu suka teh apa?" tanyanya, tiba-tiba. Hah??? apa nih? apakah kita sedang ada di reality show tukar nasib dimana dalam episode ini kita bertukar peran, kamu pelayannya dan aku pelangganmu? Hmm.. aku tak mau ikutan walau dibayar.
" saya tidak suka teh!" jawabku. Sebenarnya, aku juga pernah meminum teh. Namun menurutku rasanya seperti.. apa ya?.. sepet? dan meninggalkan rasa asam di mulut setelahnya. Itulah kenapa aku tak suka. Lagipula, setiap hari aku bertemu dengan yang namanya teh, aku rasa itu sudah cukup. Tak perlu lah ikut-ikutan meminumnya juga apalagi sampai menyukainya.
" sayang sekali." katanya. Tangannya tiba-tiba mengisyaratkan untuk mempersilahkan aku duduk. Walau sedikit mengerutkan dahi, aku menurut. Dia mulai menghipnotis.
" kamu tahu.." dan dia mulai bercerita, membuatku tak mau beranjak, ingin terus duduk di depannya. Mendengarkannya. Memandanginya.
" teh tanpa gula itu, sama seperti kopi hitam pahit. Jika kamu terus meneguknya, menikmatinya sedikit demi sedikit, meski awalnya akan terasa pahit, namun lama-lama lidah kita akan terbiasa, dan disinilah kenikmatannya. Kamu akan merasa lama-lama teh ini terasa manis, dan kamu ingin terus merasakan sensasi manisnya. Itu sama seperti hidup. Hidup itu pahit. Rasa sakit, kehilangan, itu yang membuatnya pahit. Tapi.. jika kamu tahu cara menikmati dan mensyukurinya, kamu akan menyadari bahwa di balik kepahitan itu, ada rasa manis yang bisa kamu dapatkan. Banyak. Kamu tak akan bisa tahu rasa manis jika kamu belum tau rasa pahit kan? Kamu bisa membedakan rasanya jika kamu sudah merasakan keduanya."
Entahlah.. kata-katanya atau memang dirinya lah yang menghipnotis, sampai membuat aku tanpa sadar mulai mengangguk-angguk.
" saya sudah pernah mencoba berbagai macam jenis teh. Tapi Peppermint tea adalah yang paling saya suka. Saya biasanya membuat sendiri di rumah. Tapi saya rasa, teh buatan ibumu jauh lebih enak." urainya, sambil tersenyum.
" sekarang, apa kamu masih mau menyajikan teh buatan ibumu itu buat saya?"
" hah?". Pertanyaanya menyadarkanku kalau daritadi aku terlalu memperhatikan setiap ucapannya, terlalu asik melihat wajah Banyu Birunya, sampai-sampai aku lupa kalau aku masih harus menyajikan teh Peppermint untuknya.
" eh..maaf, saya segera kembali." jawabki, seraya bangkit dan berjalan menuju dapur.
" saya tunggu!" ucapnya. well..mr.Peppermint, kata-katamu itu bisa mengandung maksud lain (itu sih maunya aku :)).
" terima kasih! untuk ceritanya." ucapku, setelah berhasil memindahkan cangkit teh dari nampan ke mejanya dengan gemetaran. Ini aneh. Sekarang dia mulai membuatku gemetaran. Dia tak berkata apa-apa. Hanya sedikit tertawa sambil mengangguk. Iya.. kamu memang manis mr.Peppermint. Aku buru-buru kembali ke dapur, takut melakukan hal yang lebih bodoh jika terus melihatnya. Aku terus mengingat ucapan mr.Peppermint tadi soal teh. Kata-katanya membuat aku tertarik.
" ibu, aku mau minum teh!" pintaku, tiba-tiba. Herannya, ibuku hanya tersenyum, tanpa bertanya kenapa.
" mau teh apa, Ki?"
" teh Peppermint!" jawabku, mantap. Ibu langsung meracik secangkir teh Peppermint sambil menjelaskan kalau teh Peppermint itu termasuk teh herbal. Artinya teh yang dibuat antara campuran daun teh dengan dedaunan yang lain. Teh Peppermint dibuat dari campuran teh hitam dengan Peppermint oil. Sekarang aku tahu itu. Hmm.. aku mulai meneguk teh ini sedikit demi sedikit. teh tanpa gula. rasanya.. ada sensasi dingin, tapi membuat aku nyaman, tenang. Besok kalau mr.Peppermint datang, aku akan bilang padanya kalau aku sudah mencoba teh Peppermint kesukaannnya.

Tapi, hari ini mr.Peppermint itu tidak datang. Hmm..mungkin besok dia akan datang. Baiklah, hari ini aku akan mencoba teh buatan ibu yang lain. Ibu membuatkan semuanya dengan senang hati, sambil menjelaskan manfaat dari setiap teh. Aku tidak pernah tahu kalau ibu begitu banyak tahu tentang teh. Dan ternyata dia ingin kepandaiannya meracik teh yang turun-temurun itu, bisa diturunkannya padaku. Selama ini kau tak pernah memperhatikannya. Mungkin karena selama ini aku tidak menyukai teh. Nanti kalau mr.Peppermint datang, aku jadi punya banyak bahan pembicaraan. Aku juga akan bilang padanya, kalau sekarang aku sudah mencoba semua teh yang ada di kedai ini, tapi yang paling aku suka adalah teh Peppermint, sama seperti dia. Iya..aku akan bilang itu padanya. Sampai akhirnya mungkin aku punya kesempatan untuk menanyakan namanya.

Tapi..mr.Peppermint tak pernah datang lagi. Tidak hari ini, besok, ataupun besoknya lagi. Aku tak pernah punya kesempatan untuk menceritakan semuanya. Tak punya kesempatan untuk tahu namanya. Aku tak bisa lagi melihat caranya meminum teh yang eksotis. Tak bisa lagi melihat senyumnya yang manis. tak bisa lagi memperhatikan wajah Banyu Birunya yang menghipnotis. Dan menyadari ini semua membuatku merasa sakit di ulu hati. Mungkin selamanya aku hanya akan mengenalnya sebagai mr.Peppermint. Seharusnya aku bisa menyucapkan terima kasih, setidaknya. Karena cara dia menikmati teh, pandangan dia tentang teh, dan keberadaannya, telah merubah pandanganku. Hidupku. Aku pernah mendengar, kalau ada orang yang bisa merubah hidup orang lain hanya dengan keberadaannya. Dan kalau ada orang yang bertanya, adakah orang itu dalam hidupku, aku akan menjawab, ada! Dan itu kamu, mr.Peppermint.

Tidak ada komentar: